Sejarah Bahasa Indonesia
Friday, September 28, 2012
0
comments
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bangsa
kita, bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sendiri merupakan salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan
akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial
dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa
Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, pada
tanggal 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme
bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya
Bahasa Indonesia saat ini dari ragam bahasa Melayu yang digunakan di Riau
maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan diucapkan oleh lebih dari
90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa utama bagi
kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu
dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa utama. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan
versi sehari-hari (kolokial) maupun mencampuradukkan dengan dialek Melayu
lainnya atau bahasa utamanya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan
sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak,
surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa Bahasa
Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Bahasa Indonesia adalah ragam bahasa Melayu,
yaitu sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang
digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan
sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi
yang ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa
ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat
penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang
menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya
sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang
Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan
dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu
berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari
Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai
Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu
kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau
Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah
geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup
negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi
Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke
pedalaman karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya keluar Bumi Melayu,
belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman bercampur ke dalam
masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang
merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga
ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam
prasasti Keping Tembaga Laguna.
Dalam perkembangannya, orang Melayu bermigrasi
ke Semenanjung Malaysia dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan
Islam yang pusatnya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada
Semenanjung Malaka yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu.
Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia.
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis
tahun 1512 sehingga penduduknya diungsikan sampai ke kawasan timur kepulauan
Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan,
jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari
pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu
kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak
Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelum kedatangan
pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai.
Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna,
sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai
sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara,
yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu
Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang
panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu
sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim).
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai
bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuno yang
ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan
bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan
penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula
dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata
seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk
pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap
sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval
Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang
perkembangannya nanti disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya
terbatas di kalangan keluarga kerajaan disekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan
adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan
memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri
paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata serapan
dari bahasa Arab dan bahasa Persia, sebagai
akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata
bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta
kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau
masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung
hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh
Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan
masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk
kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun,
meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan
di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan
kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak,
polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah serapan dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga
lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka
yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata
Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan
sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad
ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa
orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia
timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai
varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di
berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa
setempat. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian
bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang
terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar
pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini
secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan
abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat
itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged,
sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki
kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan
terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat
Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu
Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat
dikatakan sebagai lingua franca, tetapi
kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
Dari
uraian mengenai sejarah Indonesia di atas, dapat diketahui beberapa garis besar
mengenai perkembangan bahasa Indonesia dari awal mulanya. Kita akan dapat
menganalisa dari berbagai sudut pandang faktor-faktor apa saja yang ikut
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa Indonesia.
Menurut
perkembangannya, bahasa Indonesia merupakan transformasi dari ragam bahasa
Melayu yang telah mengalami berbagai proses yang meliputi penyerapan dari
bahasa lain maupun pencampuran bahasa dalam jangka waktu yang cukup lama
sebelum disahkan dan disempurnakan menjadi bahasa resmi bangsa Indonesia
melalui konstitusi.
Perkembangan bahasa Indonesia
sendiri tidak luput dari berbagai faktor yang turut mempengaruhi terciptanya
bahasa Indonesia, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Faktor yang
dominan mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia misalnya dari segi Budaya,
Agama, serta kolonialisme. Faktor dari dalam bisa seperti penyempurnaan bahasa
Indonesia itu sendiri oleh pemakainya.TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Sejarah Bahasa Indonesia
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://anasaff.blogspot.com/2012/09/sejarah-bahasa-indonesia.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 comments:
Post a Comment