Kaidah القادر على اليقين هل له الاجتهاد و الأخذ بالظن
Saturday, August 11, 2012
0
comments
Kaidah
hukum fiqih tentang القادر على اليقين هل له الاجتهاد و
الأخذ بالظن memiliki arti
bahwa Apakah seseorang masih diperbolehkan melakukan ijtihad dengan berdasar dhonn
(prasangka) terhadap suatu perkara, sedangkan dirinya teelah mampu mencapai
suatu keyakinan atas perkara tersebut.
Pengetahuan
tentang hukum-hukum agama dengan cara ijtihad seperti niat dalam wudhu, itu
wajib, sholat witir itu sunnah, niat pada waktu malam dalam puasa ramadhan itu
suatu syarat, zakat itu tetap wajib atas harta anak kecil dan perhiasan itu
tidak wajib, dan kasus-kasus khilafiyyah lainnya. Semua hukum-hukum tersebut
diketahui dengan cara ijtihad. Berbeda dengan pengetahuan tentang hukum-hukum
yang tidak melalui ijtihad, seperti tentang hukum wajib sholat lima waktu,
hukum keharaman zina dan masalah-masalah qath’i (pasti) lainnya. Pengetahuan di
sini diartikan Dhonn (dugaan yang lebih cenderung pada
kebenaran).
Untuk
lebih memahami dan mendapatkan jawaban dari pertanyaan di atas, kita bisa
memahaminya melalui contoh yang terdapat dalam kitab tersebut serta dalam kitab
Al-Qowa’idul Fiqhiyah (kaidah-kaidah ilmu fiqih) oleh Abdul Mudjib sebagai
berikut
Contoh
1
Seseorang
memiliki dua wadah air, yang satu najis dan yang satu lagi suci. Sedangkan ia
pada waktu itu dapat dengan yakin untuk memperoleh air yang suci. Misalkan ia
sedang berada di laut. Atau ia memiliki wadah air lainnya yang sudah pasti
tidak najis. Atau bisa juga ia menggabungkan air dalam dua wadah tadi sehingga
melebihi 2 kullah sehingg air tesebut menjadi suci. Dalam hal ini ia masih
diperbolehkan untuk berijtihad, menelitinya berdasarkan dhonn, mana dari dua
wadah tadi yang suci.
Contoh
2
Seseorang
memiliki dua baju. Yang satu najis dan yang satu suci. Dia masih diperbolehkan
untuk berijtihad menentukan mana yang suci dan mana yang najis, walaupun ia
dapat ganti dengan pakaiannya yang lain yang sudah jelas kesuciannya.
Contoh
3
Sholat
menghadap Hijir Ismail tidak sah karena dengan yakin dapat menghaadap ke
Ka’bah. Dalam hal ini, seseorang tidak diperbolehkan untuk melakukan ijtihad
berdasarkan dhonn, bahwa Hijir Ismail merupakan bagian dari Ka’bah, kerana
riwayat yang menyebutkan bahwa Hijir Ismail termasuk dalah Ka’bah riwayatnya berbeda-beda.
Dari
beberapa contoh di atas, dicantumkan bahwa ijtihad benar-benar dilarang apabila
seorang mujtahid telah mendapati nash. Dan dia tidak boleh meninggalkan nash
tersebut untuk berijtihad. Atau dengan kata lain ia justru berpaling dari suatu
hal yang sudah jelas nashnya pada sesuatu yang sifatnya ijtihad.TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Kaidah القادر على اليقين هل له الاجتهاد و الأخذ بالظن
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://anasaff.blogspot.com/2012/08/kaidah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 comments:
Post a Comment